Waaah.. Para haji udah pada pulang ya? hmm... biasanya kalo lagi musim kaya gini banyak oleh-oleh khas arab sono.. dari anak-cucu, tetangga, sampe yang ikut pengajian bareng pasti ngarepin. Sampe-sampe kaya bu Hajah yang tadi masuk berita, karena barang bawaan cuma dibatasi 30kg saja, akhirnya oleh-oleh tambahan beli di Tanah Abang (Gila! Pokoknya di Indonesia itu serba ada deh). Mungkin para jamaah sebelum berangkat sampe mikir kalo beli oleh-oleh itu masuk dalam alokasi ONH (Ongkos Naik Haji) yang makin naik aja. Kalo dipikir-pikir, kalo ada orang yang pengen naik tapi cuma buat gengsi ama tetangga, pake aja ikhram ngilang selama 40 harian (terserah mau kemana), jangan lupa mampir ke Tanah Abang trus beli deh oleh2 disitu. Ho. Yah...semoga saja ga ada. Gila aja banyak banget orang yang bener-bener pengen ke Tanah Suci sebagai bentuk totalitas dalam kepercayaannya (Islam), tapi yang mampu buat kesana cuma buat gengsi atau cari title "H/Hj" doank.
Jadi inget film "Emak Pengen Naik Haji". Film lama dan udah ada cukup lama juga di laptop tapi baru ditonton (Bukan orang yang biasa nonton di bioskop. Hehe.). Gila (lagi) tu film, cuma tu film yang bisa bikin nangis berkali-kali, setelah "Kuch Kuch Hota Hai". Ahay. Adegan-adegannya mungkin biasa, cuma bulu kuduk langsung merinding dan air mata langsung ngucur aja. Karena mungkin jadi inget sama ibunda tercinta kali ya??? Betapa tidak, Ibuku yang satu itu (emang cuma satu) sering bilang pengen naik..lebih tepatnya menunaikan haji. Kaya Emak-nya bang Zen, kadang ngomong sambil lalu dan mengisyaratkan rasa keinginan yang dalem banget buat ke Tanah Suci. Dan aku sebagai anak yang mirip bang Zen (nggantenge juga. Aamiin.) cuma bisa nelen ludah dan sesek dadanya. Yah... boro-boro naik haji, mikiri anak yang kuliah ga lulus-lulus mungkin bisa jadi yang menghabat beliau menabung buat naik haji. :'(
Setidaknya itu adalah bukti bahwa kebutuhan untuk keluarga adalah yang utama dibandingkan keinginan pribadi. Dan setelah nonton film itu menambah tekadku untuk membantu orang tua buat berangkat, entah berapa tahun lagi uang terkumpul dan ditambah berapa tahun lagi untuk antrian berangkat, semoga saja masih sempat dan diberi kemudahan. Aamiin.
Oia, mungkin tidak semua orang akan menangis beberapa kali (mungkin aku aja yang berlebihan). Karena aku juga tahu, ada banyak orang yang punya latar belakang dan persepsi yang berbeda tentang haji. Salah satunya adalah karena figur seorang haji saat ini tidak selamanya baik. Ya ga jauh-jauh dari contoh di atas yang niat awalnya sudah karena urusan duniawi. Selain itu mungkin karena banyak juga yang sudah jadi haji kemudian merasa harus dimuliakan. Mungkin persepsi ini muncul karena jaman dulu orang-orang yang pulang haji langsung naik derajatnya, bahkan jika kalo tadinya hanya kalangan menengah bisa naik jabatan sekelas dengan bangsawan. Begitu dihormati hingga seluruh warga kampungnya langsung nyium tangan Haji/Hajah tersebut. Tapi kalo menurutku itu wajar banget, karena jaman dulu hanya orang dengan nawaitu lillahita'ala mau dan bisa berangkat. Setidaknya harus berlayar berbulan-bulan, menghadapi ancaman para kompeni, dan kerja paksa terlebih dahululah yang akan menggugurkan niat orang berhaji hanya untuk gengsi, title dan hal keduniawian yang lainnya. Tapi alhamdulillah saya percaya orang tua saya bukan tipe seperti itu, jadi semoga niat saya tidak akan pernah surut untuk membantu mereka. Mungkin aku akan sangat rela jika harus berlari dan menguucapkan "labaikallahummalabaik...labaikallahummalabaik...labaikallahummalabaik..." dan tertabrak mobil hingga kehilangan kemampuan melukis kaya bang Zen (emang aku bisa nglukis???) asal itu jadi jalan bisa memberangkatkan mereka, meskipun dengan cara itu aku yakin mereka pasti akan keberatan. Ho. Tapi semoga ada jalan yang lebih baik. Bismillah. Man jadda wa jadda.