Selasa, 18 Februari 2014

Sebut Saja Namanya Mawar

Kamu bertanya "Kenapa banyak orang menyukai mawar?"
Aku hanya bisa menjawab "Mungkin karena mawar mudah ditemukan di manapun di dunia ini"
Lalu kamu bertanya lagi "Jika hanya karena banyak ditemui, kenapa tidak Alang-alang?"
Aku menjawab "Mungkin karena mawar punya warna yang lebih banyak dan mencolok dibandingkan Alang-alang."
Sebenarnya aku juga tidak benar-benar tahu kenapa. Entahlah.

Aku setuju saja saat orang bilang jika mawar adalah bunga tanda cinta. Karena dia memberikan warna yang indah dan bau harum. Tapi itu berlaku saat sang mawar masih berduri. Jika tidak, dia hanya sebagai bunga fantasi yang hanya diharapkan keindahannya saja. Jika memang banyak orang menyukai mawar kenapa mereka harus membuang durinya? Jika mereka menyukai bunga indah, harum dan tak berduri, itu bukan mawar namanya. 

Aku tertawa saat mereka mengaku mencintaiku
Mereka yang tidak pernah benar-benar tahu bawa aku berduri
Aku semakin tertawa saat mereka berhenti mencintaiku
Saat mereka tahu aku sebenarnya berduri
Selama ini mereka tertipu oleh warna dan harumku
Percayalah itu tidak akan lama
Tubuhku akan layu
Mahkotaku akan membusuk
Harumku akan hilang
Dan aku berakhir dibuang
Aku rasa memang hanya orang bodoh saja yang akan membiarkanku hidup di tanah dan utuh dengan duriku
Tapi dialah yang mencintaiku
Dialah yang kudamba

Jumat, 25 Oktober 2013

Emak Pengen Naik Haji

Waaah.. Para haji udah pada pulang ya? hmm... biasanya kalo lagi musim kaya gini banyak oleh-oleh khas arab sono.. dari anak-cucu, tetangga, sampe yang ikut pengajian bareng pasti ngarepin. Sampe-sampe kaya bu Hajah yang tadi masuk berita, karena barang bawaan cuma dibatasi 30kg saja, akhirnya oleh-oleh tambahan beli di Tanah Abang (Gila!  Pokoknya di Indonesia itu serba ada deh). Mungkin para jamaah sebelum berangkat sampe mikir kalo beli oleh-oleh itu masuk dalam alokasi ONH (Ongkos Naik Haji) yang makin naik aja. Kalo dipikir-pikir, kalo ada orang yang pengen naik tapi cuma buat gengsi ama tetangga, pake aja ikhram ngilang selama 40 harian (terserah mau kemana), jangan lupa mampir ke Tanah Abang trus beli deh oleh2 disitu. Ho. Yah...semoga saja ga ada. Gila aja banyak banget orang yang bener-bener pengen ke Tanah Suci sebagai bentuk totalitas dalam kepercayaannya (Islam), tapi yang mampu buat kesana cuma buat gengsi atau cari title "H/Hj" doank.

Jadi inget film "Emak Pengen Naik Haji". Film lama dan udah ada cukup lama juga di laptop tapi baru ditonton (Bukan orang yang biasa nonton di bioskop. Hehe.). Gila (lagi) tu film, cuma tu film yang bisa bikin nangis berkali-kali, setelah "Kuch Kuch Hota Hai". Ahay. Adegan-adegannya mungkin biasa, cuma bulu kuduk langsung merinding dan air mata langsung ngucur aja. Karena mungkin jadi inget sama ibunda tercinta kali ya??? Betapa tidak, Ibuku yang satu itu (emang cuma satu) sering bilang pengen naik..lebih tepatnya menunaikan haji. Kaya Emak-nya bang Zen, kadang ngomong sambil lalu dan mengisyaratkan rasa keinginan yang dalem banget buat ke Tanah Suci. Dan aku sebagai anak yang mirip bang Zen (nggantenge juga. Aamiin.) cuma bisa nelen ludah dan sesek dadanya. Yah... boro-boro naik haji, mikiri anak yang kuliah ga lulus-lulus mungkin bisa jadi yang menghabat beliau menabung buat naik haji. :'(
Setidaknya itu adalah bukti bahwa kebutuhan untuk keluarga adalah yang utama dibandingkan keinginan pribadi. Dan setelah nonton film itu menambah tekadku untuk membantu orang tua buat berangkat, entah berapa tahun lagi uang terkumpul dan ditambah berapa tahun lagi untuk antrian berangkat, semoga saja masih sempat dan diberi kemudahan. Aamiin.

Oia, mungkin tidak semua orang akan menangis beberapa kali (mungkin aku aja yang berlebihan). Karena aku juga tahu, ada banyak orang yang punya latar belakang dan persepsi yang berbeda tentang haji. Salah satunya adalah karena figur seorang haji saat ini tidak selamanya baik. Ya ga jauh-jauh dari contoh di atas yang niat awalnya sudah karena urusan duniawi. Selain itu mungkin karena banyak juga yang sudah jadi haji kemudian merasa harus dimuliakan. Mungkin persepsi ini muncul karena jaman dulu orang-orang yang pulang haji langsung naik derajatnya, bahkan jika kalo tadinya hanya kalangan menengah bisa naik jabatan sekelas dengan bangsawan. Begitu dihormati hingga seluruh warga kampungnya langsung nyium tangan Haji/Hajah tersebut. Tapi kalo menurutku itu wajar banget, karena jaman dulu hanya orang dengan nawaitu lillahita'ala mau dan bisa berangkat. Setidaknya harus berlayar berbulan-bulan, menghadapi ancaman para kompeni, dan kerja paksa terlebih dahululah yang akan menggugurkan niat orang berhaji hanya untuk gengsi, title dan hal keduniawian yang lainnya. Tapi alhamdulillah saya percaya orang tua saya bukan tipe seperti itu, jadi semoga niat saya tidak akan pernah surut untuk membantu mereka. Mungkin aku akan sangat rela jika harus berlari dan menguucapkan "labaikallahummalabaik...labaikallahummalabaik...labaikallahummalabaik..." dan tertabrak mobil hingga kehilangan kemampuan melukis kaya bang Zen (emang aku bisa nglukis???) asal itu jadi jalan bisa memberangkatkan mereka, meskipun dengan cara itu aku yakin mereka pasti akan keberatan. Ho. Tapi semoga ada jalan yang lebih baik. Bismillah. Man jadda wa jadda.



Kamis, 17 Oktober 2013

Hidup ini begitu indah, bukan?

Jika saja perasaan bisa memilih mungkin dia bisa dipersalahkan. Maka aku menganggap bahwa keputusan untuk memilih atau tidaklah yang bisa jadi celah kesalahan. Dan jika pilihan itu berdasarkan perasaan tanpa ada tendensi akan hal yang bersifat materialis, pilihan itu tidaklah salah. Hanya saja parameter perasaan begitu absurd. Namanya juga hati, Sang Penguasa begitu mudah membolak-baliknya. Mau menyalahkan Dia? Haha. Keputusan-Nya adalah hal termutlak yang tak bisa dibandingkan dengan keputusan wasit pertandingan manapun. Belum lagi saat dua suara mencoba merayu ke jalan mereka masing-masing (ya,saya rasa dua suara saja lebih dari cukup). Dalam sinetron atau film sering digambarkan dengan malaikat putih yang mengajak pada pilihan yang baik dan biasanya mengorbankan diri sendiri dan si setan merah yang mengajak hal kurang baik yakni pada jalan yang cenderung egois. Andai saja dalam dunia nyata rayuan itu tampak bentuk visualnya, mungkin akan lebih mudah. Tinggal pilih putih atau merah, tidak ada warna pink dimana ego bisa jadi baik untuk diri atau pengorbanan bahkan memperburuk keadaan. Lagi-lagi sampai pada persimpangan antara baik-buruk dan benar-salah.

Bahkan Kopral Rivaille pun tidak tahu apa yang harus dilakukan Eren, hingga jatuh pada pilihan dimana semua temannya meninggal. Yah...setidaknya orang memang harus memilih untuk mengetahui hasil akhirnya. Mungkin berdoa atas hal yang kita pilih agar menjadi yang terbaik untuk semua adalah awalnya. Karena sebelum kematian, masa depan, dan jodoh, pilihan berdasarkan perasaan adalah salah satu rahasia-Nya.

"Rasanya seperti memukul tangan kita ke tembok sekuat mungkin... Aah... tidak..lebih tepatnya memalu paku di tembok sekuat tenaga dan meleset mengenai jari sendiri, tembok ada bekas paku dan jari memar..atau mungkin lebih dari itu semua...haah..ha. Sial! Kenapa hidup ini begitu indah?"